KESAKSIAN
SAYA TERSELAMATKAN WALAUPUN LAHIR TANPA BOLA MATA
=================================================
Jhon Natanael lahir tanpa bola mata. Saat ia di dalam kandungan,
ibunya putus asa dengan keberadaan ayahnya, lalu mencoba melakukan
tindakan bunuh diri. Ini berimbas di masa kecilnya. Ia melewati
semuanya dengan luka yang teramat dalam. Kesepian menjadi nyanyian
pilu yang disimpannya sendiri. Bertahun-tahun, ia mengalami
frustrasi dan terus bertanya. Mengapa ia dilahirkan buta? Namun,
semua kesesakan itu dihempasnya di kaki salib Yesus. Kini, Jhon bisa
berkata, "Hidup saya amat berarti."
Lahir Tanpa Bola Mata
Saat mengandung Jhon empat bulan, ibunya terguncang karena ayah Jhon
punya kebiasaan judi yang tak kunjung berhenti. Puncak stres itu
ketika ayah Jhon berurusan dengan polisi dan masuk penjara. Dalam
keputusasaan, dia mencoba bunuh diri dengan menenggak minuman yang
mematikan, semacam garam pekat. Namun, Tuhan berkehendak lain,
keduanya selamat. "Mama saya terselamatkan. Saya yang di dalam
kandungan pun tetap hidup meskipun lahir dengan keadaan mata seperti
ini, tanpa bola mata," kisah anak bungsu dari empat bersaudara itu.
Jhon yang terlahir dengan nama Laij Tji The seolah menampung duka
lara dan kemarahan ibunya. "Umur delapan bulan, saya dibawa Mama ke
Jakarta untuk periksa mata. Tapi dokter mengatakan saya tak mungkin
bisa melihat, sekali pun dicangkokkan melalui donor. Tidak ada
harapan karena saraf mata sudah mati. Lebih menyakitkan, dokter
bilang pada mama bahwa hidup saya sudah tidak berguna dan belum
terlambat untuk membunuhnya," cerita Jhon yang mengetahui semua
kisah itu dari ibunya.
Jhon "hidup" dalam gelap. Ia tak bisa melihat apa-apa. Jhon kecil
sendirian. Ia menyendiri di kamar, duduk terpekur. Belajar berjalan
dan berulang kali jatuh, tak jarang kepalanya terbentur. Tangannya
adalah juga mata yang melihat dengan meraba. "Saya tahu, saya cacat
karena Mama. Sering kali kalau saya dianggap nakal, Mama kerap
mengeluarkan kata-kata penyesalan telah melahirkan saya. Bahkan,
beberapa kali Mama mengancam dengan kata-kata, `Saya akan bunuh
kamu!`"
Bila ada tamu, Jhon kecil diboyong ke kamar. "Mereka malu karena
memiliki anggota keluarga yang cacat. Saya dijauhkan dari hubungan
luar. Menjadi kebiasaan ketika saya mulai tumbuh besar, langsung
cepat-cepat masuk kamar bila ada ketukan pintu atau terdengar suara
orang datang. Saya hanya mengenal rumah dan orang-orang seisi
rumah," ungkapnya lirih.
Sewaktu umur sepuluh tahun, Jhon pernah mencoba bunuh diri. Setengah
tak sadar, Jhon mengikat leher dengan karet sampai sulit bernapas.
Sikap berontak pada orang tua dan situasi yang membosankan itu
membuat Jhon gampang tersinggung. Namun, sakit hati itu cuma bisa
dirasakannya dalam hati.
Jhon tak bisa lagi menghindar ketika guru-guru les ketiga kakaknya
selalu datang ke rumah memberi pelajaran. "Mereka sering datang,
jadi mau nggak mau saya kenal mereka. Di antara mereka, ada yang
sangat memerhatikan saya, mengajak saya ngobrol, suka ngasih permen
dan ngajak saya nyanyi. Dari sinilah, saya mulai berani bicara
dengan orang di luar keluarga."
Ketika Jhon pindah rumah, ia mulai berani ngajak ngobrol orang yang
ditemui. Suatu kali, ada yang membawanya ke persekutuan. Namun,
entahlah, Jhon cepat bosan. Paling bertahan dua minggu, setelah itu,
selalu bikin alasan sakit atau jawaban sekenanya.
Ishak Sang Motivator
Di rumah yang baru, ada beberapa orang datang ke rumahnya. Salah
satunya adalah Ishak, pemuda Kristen yang kerap mabuk. "Kamu harus
bisa main gitar, ntar saya pinjemin dari gereja. Saya ajarin kamu
sebentar, trus kamu latihan sendiri. Dua minggu kamu harus bisa
mainkan satu lagu. Kamu harus rajin. Jangan cepat putus asa kayak
saya. Kamu harus punya masa depan," kata Jhon tertawa menirukan
nasihat Ishak. Menurut Jhon, kata-kata Ishak itu kena di hatinya. Ia
lantas belajar gitar dengan sungguh-sungguh.
Suatu kali, Jhon berkenalan dengan Amir, teman kakaknya, seorang
arsitek yang mengerjakan taman di halaman rumahnya. Jhonlah yang
paling banyak menemani Amir lantaran paling sering di rumah. Betapa
kagetnya Amir ketika tiba-tiba Jhon nyanyi lagu Gombloh sambil
memetik gitar. "Pak Amir langsung nanya, mau bantu saya main musik
di gereja? Karena saya merasa sangat dekat dengan dia saya nggak
enak nolak. Pak Amir sungguh-sungguh melayani dan mendorong saya.
Biarpun hujan, Pak Amir tetap menjemput saya dengan sepeda motornya.
Padahal jarak rumah kami cukup jauh. Dalam hati saya, nekat juga
orang ini."
Perubahan Sikap
Suatu malam, di rumah teman, Jhon merenungi hidup. Rasa gagal,
tertolak, tidak berguna yang selama ini menekannya, satu per satu
terbayang di benaknya. Masa kecil yang kelam penuh kepahitan,
perkataan ibunya, saudara serta kata-kata dokter yang pernah ia
dengar dari mulut mamanya betul-betul menyesakkan. Malam itu menjadi
malam yang amat berarti bagi Jhon. Ia tumpahkan segala kekesalan dan
gelisahnya pada Tuhan. Jhon berserah penuh pada Tuhan. Ia bertekad
mengubah cara pandangnya dalam melihat kehidupan.
Pelan-pelan, Jhon bisa menerima kekurangannya. Dia juga berdamai
dengan diri sendiri dan mengampuni orang-orang yang pernah
melukainya. Malam itu, Jhon "berhadapan dengan Tuhan".
"Saya seperti menemukan sosok Bapak," kata Jhon yang sejak lahir
sampai ia dengar ayahnya meninggal, belum pernah sekalipun bertemu.
Sukacita dan harapan pelan-pelan memenuhi hati Jhon. Bagi Jhon malam
itu adalah malam pengampunan. Sebab pada malam itu, ia bisa
mengampuni setiap orang yang pernah melukainya. Itulah yang
memotivasi Jhon untuk bangkit dan tidak larut dalam masalah.
Benarlah, hati yang gembira adalah obat. Jhon makin giat melayani
Tuhan. Lewat nyanyian dan petikan gitarnya, ia semakin maju dan
menang mengalahkan segala rasa yang tak perlu disimpannya.
Usia 20 tahun, Jhon memberanikan diri minta izin pada ibunya untuk
dibaptis. Ibunya tak keberatan asal Jhon menjadi orang Kristen yang
sungguh-sungguh. "Meski Mama bukan seorang Kristen, tapi ia
sungguh-sungguh mendorong saya untuk melayani Tuhan. Pernah suatu
kali, saya jenuh dan berniat bolos tidak ke gereja, Mama saya ribut.
`Lho, katanya kamu mau jadi Kristen kok malas-malasan.` Ketika saya
pulang pelayanan, Mama menunggu saya dan selalu bertanya, sudah
makan belum?"
Tuhan juga memberi kesempatan Jhon melayani ibunya saat wanita yang
melahirkannya itu jatuh sakit dan harus opname. Selama satu minggu,
Jhon menemani ibunya, "Sewaktu Mama anfal, ia berteriak, `Yesus
tolong saya!` Tak lama kemudian, Mama dipanggil Tuhan. Rasanya waktu
bersama Mama belum cukup. Mama meninggal saat kami sangat dekat.
Tapi hati saya sangat bahagia, Mama sudah mengakui Yesus."
Bertemu Tulang Rusuk
Jhon semakin terpacu bercerita tentang Yesus. Jadwal pelayanan
padat. Awal Juni tahun 2000, Jhon bersama beberapa teman pelayanan
ke Kalimantan Barat. Di sana, Jhon didampingi Pdt. Kenny Wolter.
Marianalah yang mengurus dan banyak mendampingi Jhon. Teman-teman
Jhon maupun Mariana kerap menggoda, "Wah, kayaknya kalian cocok
banget," kata Jhon tersenyum menirukan godaan mereka.
Sehari menjelang kembali ke Jakarta, Jhon "didesak" teman-temannya
untuk "mengungkapkan cinta". Semula Jhon ragu, sadar atas
keterbatasan yang dimilikinya. Namun akhirnya, muncul keberanian
itu. Jhon mengajak bicara Mariana. Memang tak ada yang dapat
membandingi kuasa Tuhan. Mariana, meski kaget bukan kepalang,
akhirnya menerima cinta Jhon.
Malam itu pula mereka sepakat untuk segera menikah. Hal ini
disampaikan kepada Pdt. Kenny, yang kaget mendengarnya. "Pendeta
bilang, uji dulu. Kami pun dipisahkan di tempat yang berbeda.
Setelah selesai, kami dipanggil Pdt. Kenny. Apakah jawaban kami
sama? Ternyata saya dan Mariana punya jawaban sama, mantap untuk
menikah."
Pernikahan yang mengharukan itu pun dilaksanakan. "Saya pulang ke
Jakarta bawa istri, mukjizat ya?" kata Jhon tertawa, Mariana yang
mendampingi pun tersenyum.
Mariana mengaku kagum atas karya Tuhan dalam hidup suaminya.
"Meskipun Kak Jhon begitu, dia loh yang atur keuangan keluarga. Dia
pinter banget ngurus duit. Saya juga heran, dia bisa main gitar,
keyboard, drum, suaranya juga bagus," ungkap Mariana, gantian Jhon
tersenyum mendengar pujian istrinya.
Tak lama menunggu, Mariana hamil. Pada 13 April 2002, lahirlah Ester
Agung Natanael; buah cinta kisah keajaiban.
Jhon tak lagi merasa sepi dan sendiri. Mariana dan Ester memenuhinya
dengan cinta. Luka itu telah digantikan-Nya dengan sukacita.
Kamis, 10 Oktober 2013
Kesaksian: Lahir tanpa bola mata dan menemukan kasih Tuhan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar